Wakil Bupati Sangihe, Munir Jilid II?
Trisula.id, Jakarta (20/6) — Kematian dari Wakil Bupati Sangihe, Helmud Hontong menjadi perbincangan selama ini karena kejanggalan yang dilihat oleh beberapa orang.
Meninggalnya Helmud terjadi di pesawat, saat ia pulang dari Bali menuju Manado via Makassar dengan menggunakan pesawat Lion Air JT-470. Helmud hilang kesadaran setelah sebelumnya merasakan pusing dan meminta ajudannya Harmen Rivaldi untuk membalurkan minyak angin ke bagian belakang leher Helmud. Setelahnya Helmud tidak sadarkan diri dan mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya.
Lalu Helmud mendapat pertolongan pertama dengan diberikan POB (tabung oksigen portabel) dengan tindakan melonggarkan pakaian yang mengikat, membersihkan wajah penumpang, menyandarkan kursi serta memasangkan masker oksigen.
Banyak yang memperkirakan ia diracuni, karena belum lama ini ia mengirimkan surat untuk pembatalan izin tambang di Sangihe. Helmud sempat mengirim surat pembatalan izin tambang PT Tambang Mas Sangihe (TMS) ke Kementerian ESDM.
Dikutip dari Minerba One Data (MODI) Kementerian ESDM, Selasa (15/6/2021), mayoritas saham TMS dimiliki perusahaan asal Kanada, Sangihe Gold Corporation dengan porsi saham 70%. Sisanya, dimiliki perusahaan asal Indonesia PT Sungai Belayan Sejati dengan porsi 10%, PT Sangihe Prima Mineral 11% dan PT Sangihe Pratama Mineral 9%. Perusahaan yang dikendalikan oleh Terrence Kirk Filbert sebagai direktur utama.
“Beliau menolak tambang PT Tambang Mas Sangihe yang akan beroperasi di Sangihe, penolakan itu sudah dari bulan lalu (April). Satu hal yang timbul di benak beliau karena cinta daerah ini. Kedua daerah ini daerah kecil, daerah yang tidak sesuai undang-undang tidak boleh ditambang,” kata sahabat dekat Helmut Hontong, Andi yang dikutip dari detik.com.
Berdasarkan aturan undang-undang soal Minerba, wilayah yang bisa ditambang itu harus memiliki luas 2.000 km persegi. Padahal, wilayah Sangihe hanya seluas 700 km persegi. Pertambangan secara industrial dianggap akan merusak lingkungan dan masa depan generasi Sangihe.
“Beliau sangat peduli lingkungan, beliau menganggap Sangihe ini rumah masa depan generasi yang lebih baik. Sehingga beliau tidak mau menambang secara industrial,” katanya.
Setelah dilakukan autopsi, polisi menegaskan tak ditemukan racun dalam tubuh Wakil Bupati Sangihe tersebut. Autopsi yang berlangsung selama 10 jam ini, tim forensik Polda Sumatera Utara menemukan penyebab kematiannya ialah penyakit tahunan yang diderita Helmud.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah Ismail meminta kepolisian mengusut tuntas kematian Helmud. Merah merasa janggal dengan kematian Helmud yang getol menolak izin tambang emas di wilayahnya.
Bupati Sangihe, Jabes Gaghana meminta agar kematian Helmud tak dikaitkan dengan penolakan tambang emas di wilayahnya. Menurut Jabes, tak ada hubungan kematian Jabes menolak tambang Sangihe ini. Namun Kementerian ESDM menerbitkan izin operasi produksi emas kepada PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara.wakilnya itu dengan izin tambang tersebut.
Pulau Sangihe yang memiliki luas 736 Km masuk dalam kategori pulau kecil dan tidak boleh ditambang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.
Salah satu perwakilan keluarga, Erdawati Greina Simon mengatakan: mereka telah mengikhlaskan kepergian almarhum serta tidak akan menempuh jalur hukum.
“Apapun penyebab kematian Helmud, kami keluarga sudah ikhlas menerimanya. Kalau pun diautopsi Helmud bisa kembali, tapi itu kan tidak akan mengubah kedaulatan Tuhan. Ini mungkin jalan Tuhan,” ucap Edrawati.
Namun anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus meminta pihak kesehatan mengetahui penyebab kematian Wakil Bupati (Wabup) Kepulauan Sangihe Helmud Hontong. Menurut Guspardi, apabila ditemukan kejanggalan seperti dugaan publik, kasus ini perlu dilanjutkan oleh aparat penegak hukum untuk menyelidikinya.
“Makanya kita minta dari pihak kesehatan bisa mengetahui penyebab kematiannya. Kalau memang ada sesuatu diduga faktor lain tentu kita minta aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan,” kata Guspardi.
Namun, Polda Sulawesi Utara resmi menutup kasus kematian Helmud Hontong, Senin (28/6/2021).
“Kami sudah melakukan penyelidikan dan sudah melakukan autopsi terhadap almarhum dan hasil dari otopsi bahwa tidak ditemukan adanya racun, apakah itu sianida, pestisida ataupun arsen, jadi tidak ditemukan itu,” kata Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Utara Irjen Pol Nana Sudjana, dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (28/6/2021).
Dengan ditutupnya kasus ini karena tidak ditemukan hal yang ganjal, pihak kepolisian meminta agar tidak ada lagi berita bohong yang menyebar sehingga akan menimbulkan fitnah.
Penulis: Erland Aksara Nataprawira
Editor: Tenggara Adjie Baramesta, Genta Senapati