Aan Mansyur Sebagai Penyair Muda Paling Relevan di Tanah Air
Trisula.id, Jakarta (28/6) — Gelisah dan rindu merupakan dua emosi yang kerap menyatu dan bersarang dalam batin anak-anak muda. Bagaikan sudah jadi karakteristik, dua emosi tersebut tidak dapat dipisahkan dari kita yang baru saja belajar arti kehidupan. Dikarenakan masih awam akan segala jenis kegamangan, seringkali kita mengalami kesulitan dalam mengungkapkan permasalahan hati setepat mungkin. Beruntung, di belantika sastra tanah air eksis seorang penyair muda yang dapat menyuarakan kesenduan kita dengan baik. Dia adalah Martan Aan Mansyur atau lebih dikenal sebagai Aan Mansyur.
Martan Aan Mansyur adalah penulis sekaligus penyair asal Bone, Sulawesi Selatan. Bagi yang sudah menonton AADC 2, pastilah tidak asing lagi dengan kutipan puisi yang berbunyi “Meriang. Aku meriang. Kau yang panas di kening, kau yang dingin dikenang”. Aan Mansyur merupakan dalang dari puisi menyayat yang berjudul Tidak Ada New York Hari Ini dan dibacakan oleh Rangga tersebut. Lantas, apakah hanya itu karya sastra Aan Mansyur? Jelas tidak.
Aan Mansyur sudah memulai kegemaran menulisnya dari kegiatan surat-menyurat bersama Ibunda sewaktu kecil. Sebagai anak yang pendiam dan terlalu cemas untuk menyuarakan sesuatu dengan lantang, menulis menjadi sarana komunikasi dan pengekspresian diri bagi Aan.
Kendati demikian, ketertarikannya terhadap puisi baru terlihat di bangku SMP. Aan mengaku bahwa puisi Simfoni Dua karangan Subagio Sastrowardoyo-lah yang memicunya. Aan pun mulai menciptakan puisi-puisi kecil dengan menjadikan sang Ibu sebagai topik. Ibu Aan adalah sosok pertama yang menikmati karya-karya sastra Aan sekaligus sosok paling berpengaruh di sepak terjang Aan sebagai sastrawan.
Aan Mansyur telah mengeluarkan sepuluh buku sejak tahun 2005 dan tujuh di antaranya merupakan kumpulan puisi. Setiap karya-karya Aan senantiasa menuliskan kesedihan dengan jelas dan gamblang. Penyampaiannya sederhana, namun makna yang tersemat berlipat ganda. Aan Mansyur memiliki ciri khas berupa relasi emosional antara dia dengan penulis melalui pemilihan kata yang lembut, manis, dan romantis.
Menulis telah menjadi cara Aan Mansyur berkomunikasi. Aan membeberkan bahwa ketika menulis, kita dapat mengetahui kemampuan membangun ruang serta mengukur perkembangan diri sendiri berdasarkan pengetahuan, perasaan dan pengalaman yang dituangkan ke dalam tulisan. Bagi kamu yang masih ragu untuk menulis, tunggu apa lagi? Mulailah ambil pena dan kertas, lalu tuangkan semua! Jangan ragu sebab menurut Aan sendiri, menulis tidak harus memiliki makna sebab menulis adalah ruang di mana orang dapat dihargai dengan cara berpikirnya sendiri. Menulis itu bebas.
Penulis : Adirenggana Listu Sjahrir.
Editor : Tenggara Adjie Baramesta, Genta Senapati.